Kasus Filariasis Masih Tertinggi, Di Jawa Tengah

KOTA PEKALONGAN – Kota Pekalongan menjadi wilayah dengan kasus penyakit filariasis tertinggi di Jawa Tengah. Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan, secara kumulatif hingga Mei tahun 2017, ada sebanyak 442 kasus filariasis atau lebih dikenal dengan kaki gajah yang tercatat di Kota Batik.
Angka tersebut jauh melebihi kasus yang terjadi di kabupaten kota lain di Jawa Tengah yang hanya mencapai dua digit angka.
Dengan tingginya angka kasus filariasis di Kota Pekalongan, dapat disebabkan berbagai faktor. Yakni karena memang kasus yang terjadi tinggi atau aktifnya petugas kesehatan di Kota Pekalongan untuk melakukan penelusuran kasus penyakit kaki gajah. “Berbicara data, mungkin angkanya benar seperti itu. Tapi mungkin juga karena kasus filariasis ini dicari secara intensif,” ungkap Kasi Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Provinsi Jawa Tengah, Ardian Nevi yang ditemui usai kegiatan Raker Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis, Kamis (13/7).
Kemungkinan serupa juga dapat terjadi di kabupaten kota lain yang mungkin saja kasusnya kecil atau kurang aktifnya petugas dalam menelusuri kasus filariasis. “Di Kota Pekalongan ini sebenarnya sudah diobati dengan kegiatan POMP Filariasi selama lima tahun. Tapi kemungkinan ada penderita yang selama ini belum terdeteksi, atau kurang patuhnya masyrakat dalam minum obat,” tambahnya.
Hal itu pula yang membuat Kota Pekalongan juga harus mengulang POMP filariasis selama dua tahun kedepan. Sebab dalam lima tahun penyelenggaraan minum obat filariasis massal cakupan kepatuhan masyarakat untuk minum obat belum mencapai angka 95 persen. “Kota Pekalongan sebenarnya sudah mengawali tapi cakupannya belum tercapai. Sedangkan Kabupaten Batang dan Pekalongan baru memulai. Harapannya kita sama-sama, sehingga harapan agar tahun 2020 Jawa Tengah bebas filariasis bisa tercapai,” katanya.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan, Tuti Widayanti dalam paparannya menuturkan, setelah lima tahun penyelenggaraan POMP filariasis rata-rata cakupan kepatuhan masyarakat belum mencapai angka 95 persen. Selain itu, setelah dilakukan evaluasi dengan mengambil sampel di dua kelurahan masih ditemukan mikrofilaria rate dengan jumlah diatas satu persen.
“Setelah dilakukan lima tahun POMP filariasis, ternyata angka Mf rate masih diatas satu persen. Dimana saat dilakukam tes terhadap 300 warga di Pabean dan Kertoharjo masih ditemukan sampel darah dari empat warga positif mengandung mikrofilaria. Sehingga angkanya masih diatas satu persen. Untuk itu Kota Pekalongan harus mengulang POMP filariasis selama dua tahun kedepan,” paparnya.
Di Kota Pekalongan, lanjut Tuti, terdapat 11 kelurahan endemis filariasis dengan tiga kelurahan endemis tertinggi yakni Kertoharjo, Jenggot dan Banyurip Ageng. “Pengulangan POMP filariasi dilakukan selama dua tahun mulai tahun ini dan tahun depan. Kami berharap masyarakat bersedia untuk meminum obat dengan disaksikan langsung oleh petugas,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan, Slamet Budiyanto menambahkan, setelah lima tahun belum berhasil diharapkan dalam dua tahun pengulangan POMP filariasi masyarakat bisa meminum obat filariasis yang diberikan. Tidak hanya menjadi tugas pemerintah, keluarga juga diharapkan dapat mendukung keberhasilan POMP filariasis agar rantai penularan cacing filaria bisa diputus.
Sekda Kota Pekalongan, Sri Ruminingsih yang berkesempatan membuka acara berpesan bahwa kepedulian keluarga menjadi hal yang penting. Jangan sampai keluarga membiarkan jika ada amggotanya yang tidak meminum obat pencegahan filariasis. “Karena akibatnya akan sangat luar biasa. Bisa menjadi penderitaan yang panjang bagi yang mengalaminya. Sehingga kami berharap tidak hanya dari dinas kesehatan tapi seluruh elemen masyarakat harus berpartisipasi dalam mensukseskan POMP filariasis,” pesannya. (nul)
(sumber : Radar Pekalongan, 14/07/2017)