kasus HIV/AIDS di Kota Pekalongan Seperti Gunung es

KOTA PEKALONGAN – Jumlah temuan kasus HIV/AIDS di Kota Pekalongan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Dinas Kesehatan setempat mencatat, periode Januari hingga Juni 2018 saja sudah ada temuan 24 kasus HIV/AIDS baru di Kota Pekalongan.

“Itu data laporan yang sudah resmi masuk di Dinkes sampai Juni 2018. Sedangkan yang dua bulan terakhir belum kita rekap lagi, tapi kemungkinan sudah mencapai 30 kasus,” kata Sekretaris Dinkes Kota Pekalongan dr Tuti Widayanti MKes kepada Radar Pekalongan, Selasa (4/9).

Jika dilihat berdasar data temuan kasus baru HIV/AIDS selama lima tahun terakhir, menurut dia jumlahnya memang cenderung meningkat. Misalnya saja selama tahun 2013, jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Kota Pekalongan sebanyak 24 kasus. Kemudian pada 2014 ada 31 kasus. “Tren kasusnya memang mengalami peningkatan. Tetapi khusus tahun 2015, kasus baru HIV/AIDS ada penurunan, temuan sebanyak 12 kasus,” tuturnya.

Selanjutnya di tahun 2016 meningkat menjadi 28 kasus, dan pada tahun 2017 kembali meningkat drastis menjadi 48 kasus HIV/AIDS.

FENOMENA GUNUNG ES

Menurut Tuti, peningkatan jumlah kasus yang terungkap terjadi karena Dinkes memang meningkatkan deteksi dini HIV/AIDS sebagai upaya pencegahan. Pihaknya terus melakukan deteksi dini terhadap warga yang masuk kategori berisiko tinggi, sehingga ketika lebih awal ditemukan maka akan lebih cepat untuk ditangani dan bisa dilakukan pengawasan langsung oleh petugas.

Namun besar kemungkinan, jumlah kasus HIV/AIDS yang sebenarnya jauh lebih besar daripada yang sudah berhasil ditemukan, atau ibaratnya seperti fenomena gunung es.

“Kami tidak mau fenomena gunung es kasus HIV/AIDS terjadi. Sehingga kami terus lakukan, dan menggiatkan deteksi dini. Mereka yang sudah terdeteksi, akan kami lakukan penanganan dengan minum obat secara rutin. Sementara sebagai bentuk pencegahan, kami juga terus lakukan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat terkait bahaya HIV/AIDS, penyebnya hingga cara penularannya sehingga masyarakat dapat bersama melakukan pencegahan,” terangnya.

130 Orang Meninggal Dunia

Dia menambahkan, secara akumulatif, sampai dengan 2018 total ada sekitar 220 kasus HIV/AIDS di Kota Pekalongan. Dari jumlah sebanyak itu, sebanyak 130 orang telah meninggal dunia akibat HIV/AIDS. “Sehingga secara persentase, sekitar 45 persen orang dengan HIV/AIDS di Kota Pekalongan dilaporkan telah meninggal dunia,” ungkapnya.

Sedangkan jika dilihat dari latar belakang penyandang HIV/AIDS itu, sebagian besar merupakan ibu rumah tangga dan usia produktif. Bahkan, terdata ada tiga anak usia di bawah lima tahun yang sudah kena HIV lantaran tertular dari sang ibu.

Hal ini menurutnya cukup memprihatinkan dan patut menjadi perhatian bersama. “Kasus HIV/AIDS tertinggi diderita oleh ibu rumah tangga. Hal ini perlu diwaspadai karena bila mereka hamil akan menularkan ke janin atau anaknya kelak,” paparnya.

TERUS AKTIF MENCARI

Ditambahkan dr Tuti, Dinkes bersama pihak terkait dan kader-kader di Puskesmas, rumah sakit, maupun kelurahan terus aktif mencari atau melakukan skrining terhadap warga yang punya risiki tinggi terkena HIV/AIDS.

Dia menjelaskan bahwa jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan ‘Voluntary, Counselling, dan Testing (VCT), sero survey, serta Survey Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP).

AKTIF SOSIALISASI DAN PEMBINAAN

Disampaikan pula bahwa berbagai kegiatan telah dilaksanakan untuk mencegah dan memberantas penyakit HIV/AIDS di Kota Pekalongan. Diantaranya melalui layanan VCT (Konseling dan Testing Sukarela) di RSUD Bendan, seluruh Puskesmas dan BKPM, layanan CST (perawatan dan dukungan) kepada Klien ODHA (orang dengan HIV AIDS, sero survei, pemeriksaan darah bagi napi di Rutan dan Lapas Pekalongan.

Selain itu sosialisasi HIV/AIDS bagi tokoh, ormas, dan warga di kelurahan-kelurahan, sosialisasi melalui berbagai media, sosialisasi ke institusi pendidikan, serta rutin mengadakan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait. “Upaya kita, terus sosialisasi dan pembinaan ke semua lapisan masyarakat,” terangnya.

Bahkan, imbuh Tuti, Pemkot melalui Dinkes dan sarana pelayanan kesehatan setempat mengimbau setiap ibu hamil untuk periksa HIV/AIDS. Ini bisa dilakukan di Puskesmas-puskesmas secara gratis. “Dengan adanya tes terhadap ibu hamil ini diharapkan bayi yang dilahirkan tidak ada lagi bayi dengan HIV/AIDS,” katanya.

Dengan berbagai upaya deteksi dini dan skrining itu, diharapkan apabila ada kasus baru yang terkena HIV, orang yang bersangkutan segera mendapatkan penanganan.

Orang dengan HIV/AIDS itu akan mendapatkan terapi yang dinamakan ARV. ARV inilah yang kalau diminum secara rutin diharapkan bisa meredam akibat yang ditimbulkan HIV/AIDS. “ARV berguna untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi, meningkatkan kualitas hidup ODHA, dan menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak terdeteksi,” jelas dia.

Untuk mendapatkan manfaat ARV, ODHA harus mengonsumsi obat seumur hidup. Sebab, jika tidak, pertumbuhan virus di tubuh tidak terkontrol dan bisa juga muncul resistensi terhadap obat. “Ibaratnya, ODHA ibarat gerbong kereta yang melaju namun di depannya ada jurang. Supaya gerbong kereta itu tidak sampai masuk ke jurang, maka diredam dengan ARV,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Tuti menegaskan bahwa pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS butuh dukungan dari semua pihak. “Bukan hanya Dinkes saja, tetapi butuh peran seluruh lapisan masyarakat,” imbuh dia. (Sumber Radar Pekalongan)